chatwithamelia.xyz - Gareth Southgate berhasil membawa Timnas Inggris untuk pertama kalinya menembus final ajang empat tahunan antar negara Eropa di tahun ini atau Euro 2020.
Kepastian Gareth Southgate membawa Inggris mencapai final ditentukan saat The Three Lions menggasak Denmark dengan skor 2-1 lewat babak tambahan waktu.
Inggris nampak kesulitan mengalahkan Denmark yang berhasil menahan setiap gempuran dan menghindarkan gawangnya dari para pemain The Three Lions yang ingin mencetak gol di waktu normal.
Baca Juga: Bocah Indonesia Mendadak Viral, Akun Instagramnya Difollow Harry Maguire
Di babak tambahan waktu, Inggris pun ketiban durian runtuh kala mendapat hadiah penalti pasca Raheem Sterling dijatuhkan di kotak penalti Denmark.
Wasit menunjuk titik putih dan Harry Kane, yang gagal menuntaskan tugasnya, tetap mampu mencetak gol lewat sontekan memanfaatkan bola Rebound hasil tendangan penaltinya.
Harry Kane tersebut menjadi momen bersejarah bagi Gareth Southgate yang mencetak rekor sebagai pelatih Inggris pertama setelah Sir Alf Ramsey yang membawa Inggris ke final turnamen besar sejak Piala Dunia 1966.
Baca Juga: Ada Suporter Brasil Dukung Argentina karena Lionel Messi, Neymar Ngamuk
Pencapaian ini menjadi sebuah prestasi yang membanggakan. Kendati belum dipastikan akan meraih gelar atau tidak, Southgate setidaknya mampu menutup mulut para pengkritiknya saat ditunjuk dan bahkan selama Euro 2020 berlangsung.
Karier Southgate sendiri jauh dari kesan megah. Dari saat masih bermain, hingga ditunjuk menjadi pelatih tim nasional Inggris.
Lantas bagaimana perjalanan karier dari seorang Gareth Southgate di lapangan hijau?
Baca Juga: Jess Amalia Berpose Kenakan Tank Top, Body Goals-nya Bikin Takjub Netizen
Perjalanan Karier Gareth Southgate
Seperti yang telah dikemukakan di atas, karier Gareth Southgate jauh dari kesan megah, termasuk saat masih aktif bermain.
Pria yang kini berusia 50 tahun tersebut, banyak menghabiskan kariernya di klub-klub tradisional Inggris seperti Crystal Palace, Aston Villa dan Middlesbrough.
Baca Juga: Achraf Hakimi, Pemain Berusia 22 Tahun dengan CV Mentereng
Pertama kali Southgate bermain di level profesional yakni saat ia dipromosikan dari akademi ke tim utama oleh Crystal Palace pada tahun 1989.
Enam musim dihabiskan Southgate bersama Crystal Palace hingga pada akhirnya ia diboyong oleh Aston Villa pada 1995.
Sama seperti di Crystal Palace, pemain yang berposisi bek ini juga membela Aston Villa selama enam musim dan hengkang ke Middlesbrough pada 2001 sebelum akhirnya memutuskan pensiun lima tahun kemudian pada 2006.
Meski membela tim-tim yang terkesan gurem saat ini, Southgate tetap mampu menarik minat tim nasional Inggris.
Bahkan, penampilannya bersama Inggris terbilang banyak yakni 57 laga dengan torehan dua gol sejak 1995 hingga 2004.
Pasca pensiun, Southgate bergelut di dunia kepelatihan. Middlesbrough menjadi pekerjaan pelatih pertamanya yakni pada 2006.
Sayangnya, Southgate tak membawa tuah apik dan malah membuat Middlesbrough terdegradasi di tahun 2009 yang berujung pemecatan di pertengahan musim 2009-2010 saat berkancah di kompetisi Divisi Championship atau kasta kedua.
Setelahnya, Southgate sempat rehat sebelum mengambil jabatan pelatih akademi tim nasional Inggris selama 1,5 tahun dan naik menukangi The Three Lions U-21 pada tahun 2013 hingga 2016.
Pada 2016 itulah ia mendapat kesempatan menukangi tim senior Inggris dengan status Caretaker sebelum dipermanenkan sebagai pelatih tetap pada November di tahun yang sama hingga saat ini.
Pecundang Semasa Bermain, Dipuja Saat Melatih
Dalam perjalanan karier Gareth Southgate, ia punya memori kelam semasa bermain yang membuatnya dihujat seluruh warga Inggris.
Hal tersebut terjadi pada tahun 1996 kala ia membela Inggris yang menjadi tuan rumah untuk ajang empat tahunan, Euro.
Berstatus tuan rumah, warga Inggris mengharapkan tim nasionalnya meraih gelar juara. Kebetulan, tahun tersebut bertepatan dengan 30 tahun perayaan The Three Lions menjadi juara Piala Dunia 1966.
Laju Inggris di Euro 1966 pun terbilang mulus sejak awal. Di fase grup A, Southgate, yang jadi tulang punggung di lini belakang, mampu membawa Inggris menang dua kali dan hanya kalah satu kali dan kebobolan dua gol saja.
Performa apik Southgate diteruskan di babak perempat final kala menghadapi Spanyol di mana ia mampu menghindarkan gawang Inggris dari kebobolan sehingga The Three Lions berhak melaju ke semifinal lewat kemenangan di babak adu penalti.
Di semifinal lah, mimpi buruk Southgate lahir. Sama seperti laga melawan Spanyol, Southgate tampil sejak menit pertama. pun sempat bersarang ke gawangnya.
Namun gol itu hanyalah gol penyama kedudukan usai Alan Shearer mencetak gol di menit ke-3. Hasil imbang 1-1 membuat laga berjalan ke babak tambahan waktu dan berlanjut ke drama adu penalti.
Di babak adu penalti ini, lima penendang Inggris berhasil menuntaskan tugasnya, begitu pula dengan lima penendang Jerman.
Southgate pun yang ditunjuk menjadi penendang keenam Inggris, gagal menuntaskan tugasnya. Naasnya, kegagalan tersebut dibarengi dengan keberhasilan Jerman yang mengeksekusi penalti lewat penendang keenamnya.
Alhasil, Inggris tumbang di hadapan puluhan ribu pendukungnya di Stadion Wembley. Mimpi menjadi juara di tanah sendiri harus pupus karena Southgate gagal mengeksekusi penalti.
Mimpi buruk itu bertahan selama 25 tahun. Hingga akhirnya Southgate mampu menghapus mimpi itu kala Inggris yang ia latih mengalahkan Jerman di Stadion Wembley pada babak 16 besar Euro 2020.
Kini, Gareth Southgate dipuja karena mampu membawa Inggris lolos ke final keduanya sepanjang sejarah. Pujaan itu akan kian bertambah andai ia mampu memberikan gelar kedua sepak bola internasional untuk seluruh masyarakat di tanah Ratu Elizabeth.