chatwithamelia.xyz - Dunia mengenal Pierlugi Collina sebagai wasit asal Italia yang amat ditakuti pemain, sementara Maroko memiliki Said Belqola sosok wasit muslim pertama yang memimpin laga final Piala Dunia.
Momen Said Belqola memimpin final Piala Dunia 1998, saat itu Prancis selaku tuan rumah ditantang wakil Amerika Selatan, Brasil.
Said Belqola lantat membuat Raja Hassan II dan masyarakat Maroko tak hanya bergembira tetapi juga berbangga memiliki sosoknya, seorang muslim yang pertama memimpin laga final Piala Dunia.
Baca Juga: Diincar Klub Thailand, Agen Isyaratkan Ilija Spasojevic Bertahan di Bali United
Tak hanya itu, bangsa Arab dan negara muslim lain juga patut berbangga dengan itu, Belqola juga tercatat sebagai wasit asal Afrika pertama yang memimpin laga final piala dunia.
Bahkan, Harian Alwathon Saudi Arabia menobatkan Belqola sebagai wasit terbaik Arab di tahun 1999.
Belqola lahir di Tiflet, sebuah kota kecil di Maroko pada 30 Agustus 1966 dan sosoknya sudah menjadi legenda setelah wafat pada 15 Juni 2002.
Baca Juga: Karim Benzema Jalani Puasa Sebelum Cetak Hattrick ke Gawang Chelsea
Sebelum mulai aktif menjadi wasit di daury sepak bola Maroko di tahun 1983, Belqola merupakan pengawas di Dinas Perpajakan Kota Meknes setelah berhasil mendapat gelar sarjana.
Di tahun 1993, Belqola resmi mendapat sertifikat wasit FIFA dan pertama kali memimpin laga internasional di ajang Champion Afrika.
Selain memimpin final Piala Dunia 1998, Belqola juga merupakan pemimpin laga di final Piala Afrika yang digelar di Burkina Faso.
Total 90 pertandingan internasional sudah dipimpin Belqola dan laga yang paling berkesan baginya adalah final Piala Dunia 1998, antara Prancis vs Brasil di De la Beaujoire.
Pertandingan yang dimenangi Prancis lewat dua gol Zinedine Zidane dan satu gol dari Emmanuel Petit.
Setelahnya Belqola didapuk sebagai pemimpin di laga Jerman-AS dan Argentina-Kroasia, dalam dua laga tersebut ketelatenan dan kemampuan pria Maroko sangat terlihat jelas.
Pasca Piala Dunia 1997, Belqola langsung dikontrak Federasi Sepak Bola Jepang (JFA) untuk memimpin sebagian pertandingan di liga Jepang.
Namun kondisi fisik yang sudah tak fit membuat Belqola sering terserang sakit, salah satunya dipengaruhi faktor cuaca di lapangan.
Sejak tahun 2000, Said Belqola berjuang melawan penyakit kanker dan di usianya yang ke-45 tahun ia akhirnya tutup usia di Rabat tahun 2002 dengan meninggalkan tiga orang anak.
(Kontributor: Eko Isdiyanto)