chatwithamelia.xyz - Menguak kisah Carlos Tevez, pemain legendaris Argentina yang kini jadi pelatih dan baru-baru ini menyebut anak asuhnya di klub Independiente tak bisa berhitung.
Bagi penikmat sepak bola era 2000 an, nama Carlos Tevez dikenal sebagai penyerang mematikan yang pernah dimiliki oleh Argentina.
Pria yang kini telah berusia 39 tahun tersebut pernah bermain bagi tim-tim kenamaan, baik di Amerika Selatan, Eropa, bahkan Asia.
Tercatat, Tevez pernah bermain di Boca Juniors, Corinthians, West Ham United, Manchester United, Manchester City, Juventus, dan Shanghai Shenhua.
Selain dikenal karena kiprahnya bersama klub-klub top, Tevez juga dikenal berkat perangai atau sikapnya di luar lapangan yang penuh kontroversi.
Salah satu kontroversi yang paling diingat adalah kala dirinya mengejek mantan pelatihnya, Sir Alex Ferguson, usai menyeberang dari Manchester United ke Manchester City pada 2009.
Ejekan itu dibuatnya kala Manchester City juara Liga Inggris pada 2012. Saat parade juara, Tevez mengangkat poster bertuliskan ‘RIP Fergie’.
Dari ejekan itu, nama Tevez jadi ‘Public Enemy’ pendukung Manchester United, kendati dirinya termasuk satu pemain yang membawa kesuksesan bagi tim berjuluk The Red Devils itu.
Tak cukup sampai di situ, Tevez juga membuat sederet kontroversi lainnya semasa masih aktif bermain. Bahkan kontroversi-kontroversi ini berlanjut saat dirinya menjadi pelatih seperti saat ini.
Kontroversi tersebut adalah keberanian Tevez menyebut anak asuhnya di klub Argentina, Independiente, tak bisa berhitung. Seperti apa kisahnya?
Sekaligus Sindir Kondisi Sosial di Argentina
Dilansir dari Daily Sports, Carlos Tevez secara terang-terangan menyebut sebagian dari anak asuhnya di Independiente tak bisa berhitung.
Dalam pengakuan itu, Tevez menyebutkan bahwa tiga pemainnya tak bisa berhitung, seperti tak tahu cara menambah atau mengurangi angka layaknya anak-anak di tingkat sekolah dasar.
“Saya menjalankan latihan kecepatan yang berhubungan dengan ilmu saraf. Saat para pemain lelah secara fisik, saya meminta mereka menyelesaikan soal matematika, seperti dua tambah dua,” ucap Tevez.
“Tiga pemain di tim kami mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak tahu cara menambah dan mengurangi,” lanjutnya.
Usai membuat pengakuan mengejutkan itu, Tevez kemudian mengaitkannya dengan kemiskinan di Argentina yang menurutnya membuat pemainnya sulit mendapat pendidikan sehingga tak bisa berhitung.
“Ini adalah masalah kemiskinan. Kita bisa membantu anak-anak dengan makanan, kita bisa membantunya dengan banyak cara, tapi pendidikan juga penting,” sindir Tevez.
“Mereka (pemain) harus bisa membela diri sendiri, membaca apa yang mereka tandatangani,” tegas Tevez.
Menyadari kesulitan anak asuhnya itu, Tevez dan klubnya pun mengadakan sebuah proyek dengan menghadirkan guru untuk memberi pendidikan ke pemainnya setelah latihan.
“Kami mengadakan proyek bekerja sama dengan klub untuk membekali pemain dengan guru, dan setelah latihan kami akan belajar selama dua jam,” pungkasnya.
Terlepas dari pernyataannya yang keras dengan mempermalukan anak asuhnya serta menyindir kondisi sosial di Argentina, Tevez punya tujuan baik untuk para pemainnya.
Ia ingin para pemainnya tak tertinggal secara pendidikan sehingga tak bisa dimanipulasi oleh agen maupun klub di dunia sepak bola.