chatwithamelia.xyz - Sepak bola nasional dikejutkan dengan adanya pemain tertua pada sosok Widadi Karyadi yang membela Hizbul Wathan UMY di gelaran Liga 3 DIY 2021.
Widadi Karyadi ditahbiskan sebagai pemain tertua di Indonesia karena bermain di usia 49 tahun kala HW UMY bertanding melawan Persig Gunungkidul dalam lanjutan Liga 3 DIY (20/11/21).
Dalam laga tersebut, pemain yang berposisi penyerang ini tampil selama 90 menit penuh bagi HW UMY. Hanya saja, penampilannya itu tak dibarengi dengan torehan gol.
Baca Juga: HW UMY Mainkan Striker 49 tahun di Liga 3, Jadi Pemain Tertua di Indonesia
Meski demikian, turunnya Widadi di kancah profesional seperti Liga 3 menjadikannya pemain tertua di Indonesia yang masih aktif bermain.
Karenanya, ia pun mendapat julukan King Kazu Indonesia yang merujuk pada nama pemain Jepang, Kazuyoshi Miura yang berstatus pemain tertua di dunia saat ini.
King Kazu tercatat masih bermain untuk Yokohama FC di gelaran J1 League atau kasta tertinggi sepak bola Jepang di usianya yang telah menginjak 54 tahun.
Baca Juga: Jelang Lawan Juventus, Romelu Lukaku Masih Diragukan Perkuat Chelsea
Widadi kembali turun bermain setelah berdiskusi dengan rekannya di PSIM dahulu, Koco Pramono yang kini berstatus pelatih HW UMY.
Kembalinya Widadi ke lapangan hijau pun disertai misinya yang ingin memberikan suntikan motivasi ke pemain muda lainnya agar bersemangat dalam meraih mimpi di sepak bola.
Widadi pun bahkan ingin meneruskan catatan fantastisnya ini di tahun depan. Ia mengaku tetap disiplin dalam menjaga pola hidupnya agar tetap bisa bermain di usianya yang akan menginjak kepala lima.
Baca Juga: Brutal! Video Aksi Suporter Lyon Lempar Botol ke Kepala Dimitri Payet
Rekam Jejak Widadi Karyadi
Widadi Karyadi lahir di Bojonegoro, Jawa Timur pada 12 Januari 1972. Perjalanannya sebagai pemain bermula saat ia memutuskan merantau ke Yogyakarta.
Saat lulus dari bangku SMA, Widadi dihadapkan pada dua pilihan yakni Surabaya atau Yogyakarta untuk menempuh pendidikan sekaligus mewujudkan mimpinya di sepak bola.
Baca Juga: Hari Pertama Indonesia Open 2021, Dua Ganda Putri Indonesia Mundur
Widadi pun memutuskan pergi ke Yogyakarta di mana ia datang ke Kota Gudeg dan bertemu rekannya, Nur Priyanto yang telah berada di kota itu.
Widadi pun sempat mendaftar ke Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk meneruskan pendidikannya. Sayang dalam dua kali tes seleksi masuk, ia gagal.
Namun di Yogyakarta ia berhasil mewujudkan mimpinya sebagai pesepak bola dengan bergabung Sinar Mataram (SM) yang kala itu dimiliki Mujiono, yang tak lain bapak kos rekannya, Nur Priyanto.
Di usia yang baru 18 tahun, Widadi mampu menembus tim utama PSIM Yogyakarta dan menjadi satu-satunya pemain di skuad utama yang berusia di bawah 20 tahun.
Sinar terangnya di sepak bola terlihat saat membela PSIM di laga pramusim Piala Surya pada tahun 1994 di Surabaya, di mana di ajang tersebut ia mampu menarik minat tim-tim besar lainnya.
Tim yang meminati Widadi antara lain Persebaya Surabaya dan PSMS Medan. Minat dua tim papan atas itu terlihat dari usaha keduanya dalam mencoba memboyong Widadi.
Widadi sempat dicegat oleh manajemen Persebaya dan diminta mengurus surat pindah karena statusnya sebagai orang Jawa Timur.
Lain halnya dengan Persebaya, Manajemen PSMS yang kala itu berada satu hotel dengan PSIM, mencoba mendekati Widadi. Keinginan Laskar Ayam Kinantan menguat mengingat saat itu kekasih hatinya merupakan orang Medan.
Namun permintaan dari kedua tim itu ditolak oleh Widadi karena satu dua hal sehingga ia mengarungi Divisi Utama bersama PSIM.
Sepak terjangnya bersama PSIM di Divisi Utama pun turut menarik perhatian Barito Putera dan Persegres Gresik. Nama pertama bahkan menawarinya kontrak bernilai fantastis dan berjanji akan membelikannya rumah.
Sama dengan Barito Putera, Persegres Gresik juga menawari kontrak fantastis dan menjanjikannya sebuah pekerjaan di Petrokimia. Lagi-lagi tawaran ini ditolak oleh Widadi.
Penolakan yang dilakukan Widadi terhadap dua tawaran fantastis itu tak lepas dari kenyamanannya tinggal di Yogyakarta dan rasa bangganya membela PSIM.