Dari kekalahan tim Indonesia ini baik bandar judi maupun 2 orang oknum PSSI ini meraup untung puluhan miliar rupiah.
Informasi dari kawan saya, saat di kamar ganti dua orang oknum PSSI ini masuk ke ruang ganti pemain (menurut aturan resmi seharusnya hal ini dilarang) untuk memberikan instruksi kepada oknum pemain. Insiden “laser” dinilai sebagai salah satu desain dan pemicunya untuk mematahkan semangat bertanding.
Keuntungan yang diperoleh oleh dua oknum ini dari bandar judi ini digunakan untuk kepentingan kongres PSSI yang dilangsungkan pada tahun ini. Uang tersebut untuk menyuap peserta kongres agar memilih XX kembali sebagai Ketua Umum PSSI pada periode berikutnya.
Baca Juga: Selamat Ulang Tahun PSSI!
Saya bukan penggemar sepak bola, namun sebagai seorang nasionalis dan cinta tanah air saya sangat marah atas informasi ini. Nasionalisme kita seakan sudah dijual kepada bandar judi untuk kepentingan pribadi oleh oknum PSSI yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karenanya saya meminta Bapak Presiden untuk melakukan penyelidikan atas skandal suap yang sangat memalukan ini.
Semoga Tuhan memberkati Negara ini.
Baca Juga: Ditahan Crotone, Juventus Gagal Menjauh dari Kejaran Napoli
Hormat Kami,
Eli Cohen
Pegawai Pajak
Tembusan8
1. Menteri Olah Raga
2. Ketua KPK
3. Ketua DPR
4. Ketua KONI
Surat itu sempat menggegerkan Tanah Air lantaran saat itu kebetulan Timnas Indonesia gagal menjadi juara Piala AFF 2010 usai tumbang dari Malaysia
Baca Juga: Kaka Ungkap Hubungannya yang Rumit dengan Jose Mourinho
Dualisme PSSI
Konflik sepak bola Indonesia ini bermula ketika terjadi krisis kepemimpinan PSSI di era Nurdin Halid hingga munculnya Breakaway League, Liga Primer Indonesia (LPI).
Baca Juga: 5 pemain di Divisi Championship Ini Punya Skill Mumpuni
Kemudian berlanjut dengan digelarnya Kongres Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Komite Normalisasi yang dibentuk oleh FIFA, setelah sebelumnya terjadi kekisruhan di dalam Kongres yang digelar oleh PSSI.
Kontroversi pun bermunculan. Bermula dengan pemecatan Alfred Riedl sebagai pelatih Timnas Indonesia, kasta tertinggi Indonesia yang semula Indonesia Super League diubah menjadi LPI.
Beberapa anggota Komite Eksekutif yang tak puas dengan kebijakan PSSI pun mulai melakukan bentuk protes, buntutnya mereka dipecat.
Toni Apriliani, La Nyalla Mahmud Mattaliti, Robertho Rouw dan Edwin Budiawan yang dibuang oleh PSSI pun akhirnya membentuk sebuah organisasi tandingan dengan nama Komite Penyelamat Sepakbola PSSI, yang di dalamnya juga terdapat Benny Dollo, mantan pelatih Timnas dan beberapa tokoh lainnya.
Konflik dan dualisme tersebut turut berimbas kepada Tim Garuda, hasil buruk di Pra Piala Dunia 2014 termasuk kekalahan terbesar sepanjang sejarah sepak bola Indonesia, yakni 10-0 dari Bahrain.